NUBUAT I.S KIJNE KUNCI KEBEBASAN, MENURUT PEMERHATI SEJARAH INJIL DI PAPUA

Berita

Pada tanggal 25 Oktober 2025 masyarakat Papua merayakan satu abad nubuatan Domine Izaak Samuel Kijne mengenai proses peradaban bagi orang Papua. Nubuatan ini diikrarkan pada tanggal 25 Oktober 1925, saat peletakan batu peradaban di bukit Aitumeri, Miei, Wasior, Teluk Wondama, yang kini menjadi salah satu situs bersejarah penting di Tanah Papua.

Setelah 98 tahun, masyarakat Papua, khususnya Sinode GKI di Tanah Papua serta Pemerintah dan Adat di Teluk Wondama, mulai merevitalisasi situs tersebut. Revitalisasi ini ditandai dengan pengukiran nubuatan di atas batu prasasti dan peresmiannya pada 15 Agustus 2024 di Miei, Wasior, Teluk Wondama. Pada tanggal yang sama, pihak Adat, Gereja, dan Pemerintah di Lembah Grime Nawa juga merayakan satu abad HUT-PI di Genyem, Nimboran, Jayapura, Lembah Grime Nawa. Aktivitas kedua ini menunjukkan keterkaitan antara kegiatan Kijne dalam mengikrarkan nubuatan peradaban di Miei dengan kegiatan zendeling Bijkerk yang menyebarkan Injil di Genyem.

Untuk perayaan perayaan satu abad nubuatan Kijne ini, penting untuk memahami sejarah dan latar belakang tindakan Kijne dalam meletakkan batu serta mengikrarkan nubuatan peradaban di Miei. Hal ini bertujuan agar masyarakat Papua dapat memahami makna sesungguhnya yang tersurat dan tersirat dalam batu peradaban dan nubuatan tersebut, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Latar Belakang Domine Izaak Samuel Kijne dan Nubuatan Peradaban

Domine Izaak Samuel Kijne adalah seorang zendeling yang diutus oleh Badan UZV dari Belanda, khusus untuk menangani masalah pendidikan bagi masyarakat asli Papua di Tanah Nieuw-Guinea.

Kedatangan dan Penugasan Awal:

Kijne tiba di Mansinam, Tanah Nieuw Guinea, pada tahun 1923. Pengurus Zending Nieuw Guinea (PZNG) mengarahkannya untuk melanjutkan aktivitas belajar-mengajar di Sekolah Guru yang telah dimulai oleh zendeling FJFVan Hasselt pada tahun 1917.

Kekecewaan dan Pemindahan Sekolah:

Selama mengajar di Sekolah Guru, Kijne merasa tidak puas karena pekerjaan yang dilakukannya tidak sesuai dengan tujuan pengutusannya, yaitu mendidik orang asli Papua secara khusus. Sebagian besar murid di Mansinam berasal dari Maluku, dan hanya sedikit dari Papua. Oleh karena itu, pada tahun 1924, Kijne mulai memindahkan Sekolah Guru dari Mansinam ke Miei, Wasior, Teluk Wondama. Pada tahun yang sama, Zendeling Bijkerk juga memindahkan Pusat Pekabaran Injil ke Tanah Tabi dari pantai Numbai, Hollandia, ke Genyem, Nimboran.

Konferensi Zending Maret 1925:

PZNG mengundang Kijne dan Bijkerk untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka dalam sebuah konferensi zending pada bulan Maret 1925 di Miei. Konferensi menyetujui transfer tersebut dengan syarat:

Untuk Kijne: Sebelum sekolah dipindahkan ke Miei, ia harus mensosialisasikan alasan dan tujuan pemindahan kepada para zendeling, guru, dan orang Papua.

Untuk Bijkerk: Diberi masa percobaan dua tahun (1925-1927) untuk melakukan pembangunan di Nimboran. Jika tidak ada bukti pembangunan, pusat pekabaran Injil akan kembali ke Numbai, Hollandia.

Sosialisasi Kijne (Juni-Juli 1925):

Sesuai keputusan konferensi, pada **22 Juni 1925**, Kijne berlayar dengan kapal Pandora untuk mensosialisasikan alasan dan tujuan pemindahan sekolah dari Mansinam ke Miei. Ia mengunjungi berbagai daerah, mulai dari Yapen-Waropen (Serui), Biak (Kanaki), hingga Sarmi, Genyem, dan Teluk Humboldt, Tanah Tabi.

Kunjungan ke Genyem (25-29 Juli 1925)

Pada tanggal 25 Juli 1925 Kijne bersama De Neef tiba di kampung Genyem Yeku dan disambut gembira oleh Bijkerk, Schneider, pemuda, tua-tua adat, dan pejabat pemerintahan adat. Ini adalah kunjungan pertama Kijne ke Genyem. Selama empat hari di Genyem, Kijne melakukan sosialisasi.

Pejabat pemerintahan adat, setelah mendengarkan penjelasan Kijne, berkumpul dan berdiskusi di atas lima batu adat yang disebut Dumtru atau Demutru (batu penuntun atau tempat perundingan), lalu sepakat mendorong warganya mengirim anak-anak ke Miei untuk belajar di Sekolah Guru.

Perjalanan dari Genyem ke Hollandia (29-31 Juli 1925):

Pada tanggal 29 Juli 1925, Kijne dan De Neef berangkat dari Genyem menuju Hollandia. Selama perjalanan ini, Kijne mengalami peristiwa yang menginspirasinya untuk menggubah nyanyian rohani nomor 134 dan 150, “Tersembunyi Ujung Jalan” dan “Kendati Tersembunyi Jalanku,” setelah menemukan jalan utama hanya dalam “lima puluh langkah” setelah berjalan di hutan.

Kembali ke Miei dan Persiapan (Agustus 1925):

Pada tanggal 5 Agustus 1925 Kijne tiba kembali di Miei. Ia membuat laporan untuk PZNG dan mulai mempersiapkan pembukaan Sekolah Guru di Miei. Ia juga berpuasa dan berdoa meminta Tuhan petunjuk di bukit Aitumeri, dekat sebuah batu besar yang kemudian disebut “batu inspirasi”

Pengikraran & Nubuatan Peradaban (25 Oktober 1925)

Memasuki bulan Oktober 1925, Kijne merencanakan pembukaan Sekolah Guru di Miei sebagai dasar peradaban bagi orang Papua, yang akan ditandai dengan peletakan batu peradaban dan ikrar atau nubuatan peradaban. Tujuannya adalah agar batu dan nubuatan tersebut menjadi peringatan bagi bangsa Papua di kemudian hari.

Tepat pada tanggal 25 Oktober 1925, Kijne mengangkat sebuah batu datar dan meletakkannya di atas susunan batu lainnya, sambil mengikrarkan nubuatan peradaban bagi orang Papua:

“Di atas batu ini, saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepintaran tinggi, akal budi dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”

Ungkapan ini menjadi dasar peradaban bagi orang Papua, dan sejak saat itu, Kijne mulai menerima anak-anak asli Papua untuk belajar di Sekolah Guru Miei.

Makna Nubuatan Kijne

“Di atas batu ini” : Mengacu pada cara memandang anak-anak asli Papua yang memahami budaya dan adat istiadatnya. Kijne mengajarkan Injil dan ilmu pengetahuan, serta keterampilan sebagai dasar untuk membina dan mendidik generasi Papua, agar kelak mereka tampil sebagai pemimpin untuk membangun bangsanya sendiri.

“Orang yang memiliki kepintaran tinggi, akal budi dan marifat, tidak akan memimpin bangsa ini”: Berarti bahwa meskipun orang lain sangat pintar dan berakal budi, mereka tidak dapat memimpin orang Papua jika tidak memahami budaya dan adat istiadat mereka.

Kata-kata Bijak Lain:

Kijne juga menyampaikan nubuatan dan kata-kata bijak lain, seperti: “Barang siapa yang bekerja di atas tanah ini dengan setia, jujur ​​dan dengar-dengaran, ia akan berjalan dari tanda heren yang satu ke tanda heren yang lain.” Artinya setiap orang yang bekerja di Tanah Papua tanpa Menipu/penipuan untuk mendapatkan keuntungan diri, atau korupsi akan mendapat berbagai macam berkat dari Tuhan.

Tiga Batu Utama dan Satu Tungku Tiga Batu

Setelah Kijne meletakkan batu peradaban di Miei, tercatat tiga batu utama yang harus dimaknai oleh umat manusia, termasuk orang Papua:

 

1. Batu Penjuru: Tuhan Yesus di Sion, Yerusalem.

2. Batu Penuntun: Batu adat atau hukum adat di Tanah Papua.

3. Batu Peradaban/Pendidikan: Diletakkan oleh Kijne pada tanggal 25 Oktober 1925 di Miei.

Dari ketiga batu ini juga muncul dasar pemberdayaan masyarakat adat di Tanah Papua, yang dikenal dengan istilah “satu tungku tiga batu”. Ini melambangkan persatuan adat, gereja, dan pemerintah untuk membangun masyarakat adat Papua secara baik, teratur, dan terarah. Tanpa “satu tungku tiga batu”, program pemberdayaan masyarakat adat akan gagal.

Semoga, setelah perayaan satu abad ini, masyarakat Papua dapat menyadari, bangkit, dan bersatu untuk menerapkan makna yang tersurat dan tersirat dalam batu peradaban, serta kata-kata bijak Kijne lainnya, demi menata kehidupan pribadi dan anak-cucu secara efektif dan efisien di atas Tanah Papua yang mendominasi.

Tulisan ini dipersembahkan sebagai referensi dalam perayaan satu abad IS Kijne

Selamat Merayakan Satu Abad Nubuatan Domine Izaak Samuel Kijne 

Nubuatan ini telah menjadi Dasar Peradaban Orang Asli Papua, pada 25 Oktober 2025, baik di kota Miei, Wasior, Teluk Wondama, Tanah Adat Domberai, maupun di kota Genyem, Nimboran, Jayapura, Lembah Grime Nawa, Tanah Adat Tabi.

Oleh :Jhon Lensru (Pemerhati sejarah pekabaran Injil Tanah Tabi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *