PJ Gubernur Papua: Mama-Mama Papua Tulang Punggung Ekonomi Rakyat

Berita
Ketua Forum Pasar Mama Papua terpilih, Pdt. Maryam Kaliele, S.Th, saat diwawancarai wartawan di Buper Waena, distrik Heram, Kota Jayapura, Papua

Suara Tabi – Jayapura , Penjabat atau PJ Gubernur Papua, Dr. Drs. A. Fatoni, M.Si, menegaskan bahwa pasar tradisional merupakan jantung perekonomian rakyat yang menjadi tempat berputarnya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sehari-hari. Hal itu disampaikan Fatoni dalam sambutannya pada acara pelantikan dan seminar Forum Pasar Mama-Mama Papua, yang digelar di Gedung IPDN, Buper Waena, Kota Jayapura, Papua Senin (6/10/2025).

Dalam sambutannya, Fatoni mengatakan bahwa di tengah aktivitas ekonomi rakyat di pasar tradisional, peran mama-mama Papua sangat penting sebagai penggerak utama. Mereka menjual hasil kebun, ikan, kerajinan, dan kebutuhan pokok rumah tangga yang menjadi sumber penghidupan keluarga serta menggerakkan roda ekonomi daerah.

“Dengan kerja keras dan ketekunan, mama-mama Papua telah menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan turut menjaga roda perekonomian daerah tetap berputar,” katanya.

Fatoni menjelaskan, keberadaan mama-mama Papua di pasar tradisional tidak hanya memiliki arti ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya yang mendalam. Melalui aktivitas berdagang, mereka membangun jejaring sosial, memperkuat solidaritas, dan menjaga nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat.

“Keberadaan mama-mama Papua di pasar adalah simbol kekuatan ekonomi rakyat sekaligus penopang kesejahteraan masyarakat Papua,” ujarnya.

Menurutnya, memperkuat peran mama-mama Papua dalam pasar tradisional berarti memperkuat pondasi ekonomi kerakyatan. Karena itu, Pemerintah Provinsi Papua berkomitmen menghadirkan kebijakan yang berpihak kepada mereka, antara lain penyediaan fasilitas pasar yang layak, peningkatan akses pembiayaan, pembinaan kewirausahaan, serta literasi keuangan agar mama-mama Papua semakin mandiri dan berdaya saing.

Jajaran badan pengurus baru forum pasar mama Papa saat foto bersama di Aula gedung IPDN Jayapura, Papua

Fatoni berharap, Forum Pasar Mama-Mama Papua dapat menjadi mitra strategis pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperjuangkan aspirasi para pedagang perempuan Papua.

“Forum ini harus menjadi wadah komunikasi, advokasi, dan edukasi, sehingga aspirasi mama-mama Papua dapat tersampaikan dengan baik, sekaligus membuka peluang usaha yang lebih luas,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya forum ini sebagai motor penggerak perubahan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan di Tanah Papua.

“Semoga forum pasar mama-mama Papua menjadi wadah perjuangan dan tempat berhimpun bagi seluruh pedagang mama-mama Papua dalam memperkuat gerakan ekonomi rakyat di Tanah Papua,” pungkasnya .

Sementara itu, Ketua Forum Pasar Mama Papua terpilih, Pdt. Maryam Kaliele, S.Th, berkomitmen memperjuangkan lahirnya peraturan daerah atau perda untuk mengembalikan hak ekonomi mama-mama Papua yang kini dinilainya semakin terpinggirkan dalam aktivitas perdagangan di pasar-pasar tradisional.

Maryam mengatakan, forum yang dipimpinnya baru resmi dilantik tahun 2025 untuk masa bakti 2025–2030, setelah terbentuk sejak tahun 2022. Ia menyebut, program utama yang akan dijalankan adalah mendorong penyusunan perda yang berpihak kepada mama-mama Papua.

“Kami akan bekerja keras agar pemerintah mengeluarkan perda guna mengembalikan hak-hak ekonomi pasar Mama Papua yang hari ini sudah tidak berdaya,” ujarnya di Jayapura, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, saat ini banyak pedagang asli Papua kesulitan bersaing di pasar karena maraknya pedagang non-OAP, baik pedagang kaki lima maupun pemilik ruko yang menguasai area perdagangan. Akibatnya, banyak mama-mama Papua yang harus membawa pulang barang dagangan karena tidak laku terjual.

“Contohnya pinang dan sagu, sekarang banyak dijual oleh orang non-Papua. Mama-mama kita kehilangan ruang, bahkan mereka harus duduk di tanah, di tengah debu dan panas matahari hanya untuk berjualan,” kata Maryam.

Selain memperjuangkan perda, pihaknya juga berencana mendorong penataan ulang Pasar Mama Papua di Kota Jayapura agar kembali menjadi pasar tradisional yang benar-benar dikelola oleh pedagang asli Papua.

Maryam juga menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan karcis retribusi kepada mama-mama Papua, namun tidak diimbangi dengan penyediaan tempat berjualan yang layak.

“Kalau mereka sudah bayar karcis, pemerintah harus menyediakan tempat yang layak. Selama ini mereka duduk di pinggir jalan tapi tetap ditarik karcis, ini tidak adil,” pungkasnya.

Berdasarkan data Forum Pasar Mama Papua, jumlah pedagang mama-mama Papua yang berjualan di berbagai pasar di Jayapura telah mencapai sekitar 1.000 orang. Namun, sebagian besar dari mereka masih berjualan di area yang kurang layak.

Terkait stigma bahwa harga jual produk mama Papua lebih mahal, Maryam menilai hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman manajemen usaha dan pengelolaan keuangan di kalangan mama-mama pasar.

“Kami akan memberi pelatihan agar mereka bisa berdagang sehat dan mengatur keuangan dengan baik, supaya bisa bersaing dengan pedagang pendatang,” ujarnya.

Selain itu, Maryam menyoroti kendala transportasi yang membebani pedagang. Banyak mama Papua yang harus mengeluarkan ongkos ojek antara Rp30.000 hingga Rp50.000 dari kebun ke pasar, sementara hasil jualan mereka sering tidak menutupi biaya tersebut.

Untuk mengatasi hal itu, pihaknya berencana membangun rumah produksi dan sistem distribusi bersama agar hasil kebun mama-mama Papua dapat dijemput langsung dan dipasarkan secara kolektif.

Melalui seminar yang digelar bersamaan dengan pelantikan Forum Pasar Mama Papua, Maryam berharap para pedagang mendapatkan pengetahuan tentang pengelolaan usaha, manajemen keuangan, serta cara berdagang yang efektif agar rumah tangga mereka lebih sejahtera.

“Kami ingin mama-mama pasar bangkit, menata ekonomi keluarga, dan melihat masa depan yang lebih cerah,” katanya.

Maryam juga berharap pemerintah daerah dan DPR Papua mendukung rencana penyusunan regulasi tersebut dengan mengacu pada Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, khususnya prinsip pembagian ekonomi 80 persen untuk Orang Asli Papua atau OAP dan 20 persen untuk pendatang.

“Kami mohon pemerintah mendukung regulasi ini agar hak-hak dasar hidup dan ekonomi mama-mama Papua bisa Di kembalikan melalui aturan yang jelas,” pungkasnya. ( SK / VD )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *